Kasus 'cebongan' : Peradilan Militer VS Peradilan HAM

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

Hak Azasi Manusia adalah Hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir. Berdasarkan UU Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dalam Tata hukum Indonesia, HAM tercantum di dalam Konstitusi, yaitu dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945. Oleh karena itu HAM sangat dijunjung tinggi dalam sistem hukum Indonesia. Contoh Hak Azasi manusia seperti: Hak untuk hidup, Hak untuk memperoleh pendidikan, hak untuk mendapat perlakuan yang sama dan lain-lain.
Kasus cebongan adalah kasus penyerangan Lapas Cebongan oleh 11 oknum anggota kopassus terhadap empat orang pelaku pembunuhan serka Heru Santoso. Kasus ini begitu menggemparkan publik Indonesia karena pelaku penyerangan adalah oknum anggota kopassus dan ada indikasi pelanggaran HAM berat. Berdasarkan Hasil Investigasi, Tim Investigasi TNI AD menyatakan bahwa tindakan penyerangan terhadap Lapas Cebongan dilakukan secara spontan dan tidak direncanakan. Dengan demikian, kasus tersebut ditangani oleh pengadilan militer. Tetapi Komnas HAM berpendapat bahwa ada indikasi pelanggaran HAM berat dalam kasus ini berdasarkan penyelidikan sementara. Artinya jika memang benar ada pelanggaran HAM berat maka harus ditangani oleh pengadilan HAM. Inilah yang perlu dikaji lebih lanjut kasus ini termasuk pelanggaran HAM berat atau bukan.

B. Rumusan Masalah
1.    Apakah kasus cebongan termasuk pelanggaran HAM berat?
2.    Peradilan Militer ataukah Peradilan HAM yang seharusnya menangani kasus ini?

C.   Tujuan Penulisan
1.    Agar kita dapat mengetahui tindakan apa yang termasuk dalam kategori pelanggaran HAM berat dan yang bukan
2.    Agar kita dapat menentukan sikap terkait kasus cebongan dan tidak terprovokasi oleh media



BAB II
PEMBAHASAN

Pengadilan HAM adalah lembaga pengadilan yang memiliki kewenangan melakukan proses peradilan terhadap para pelaku pelanggaran HAM berat. Berdasarkan UU no 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang dimaksud dengan pelanggaran HAM meliputi :
1.     Kejahatan Genosida
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa,ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
a.   membunuh anggota kelompok;
b.   mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
c.   menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
d.   memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
e.   memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain
2.      Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
a.   pembunuhan;
b.   pemusnahan;
c.   perbudakan;
d.   pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e.   perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asaa) ketentuan pokok hukum intemasional;
f.    penyiksaan;
g.   perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasaan seksual lain yang setara;
h.   penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah di,akui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
i.    penghilangan orang secara paksa; atau
j.    kejahatan apartheid;

Pengadilan militer merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah. adapun peristiwa pidana militer yang diatur pada KUHPM berupa :
1.   kejahatan terhadap keamanan negara;
2.   kejahatan dalam melaksanakan kewajiban perang, tanpa bermaksud untuk memberi bantuan kepada musuh atau merugikan negara untuk kepentingan musuh;
3.   kejahatan yang merupakan suatu cara bagi seseorang militer untuk
menarik diri dari pelaksanaan kewajiban-kewajiban dinas;
4.   kejahatan terhadap pengabdian;
5.   kejahatan tentang pelbagai keharusan dinas;
6.   pencurian dan penadahan;
7.   perusakan, pembinasaan atau penghilangan barang-barang keperluan angkatan perang.
Menurut Tim Investigasi TNI AD, Kronologi Kasus cebongan adalah sebagai berikut:
Kasus penyerangan Lapas Cebongan Sleman terjadi pada 23 Maret 2013 sekitar pukul 00.15 WIB itu dilakukan oleh 11 oknum anggota Kopassus, di mana tiga orang di antaranya berasal dari daerah latihan di Gunung Lawu. Pelaku 11 orang dengan satu orang eksekutor berinisial U. Mereka menggunakan dua unit kendaraan Avanza berwarna merah dan APV warna hitam. Dalam melakukan penyerangan, ke11 oknum anggota Grup 2 Kopassus itu dilengkapi 6 senjata api, terdiri dari 3 pucuk senjata laras penjang jenis AK-47 yang dibawa dari markas latihan Gunung Lawu, 2 pucuk AK-47 replika dan 1 pucuk pistol SIG Sauer replica. Keinginan untuk melakukan penyerangan didasari tewasnya rekan mereka Serka Heru Santoso yang dikeroyok preman di Hugo's Cafe dan pembacokan terhadap mantan anggota Kopassus, Sertu Sriyono pada 20 Maret. Mendengar berita duka ini, salah satu prajurit berinisial U yang sedang ikut latihan di Gunung Lawu, kemudian turun gunung dan kembali ke markas Grup 2 Kopassus Kartosuro. Selanjutnya U mengajak beberapa teman lainnya yang ada di markas untuk melakukan balas dendam atas perbuatan para preman itu. Berdasarkan hasil investigasi, penyerangan ini bukan merupakan pelanggaran HAM karena penyerangan dilakukan secara spontan dan tidak direncanakan.

Berdasarkan penyelidikan sementara, Komnas  HAM menyatakan bahwa ada empat indikasi pelanggaran HAM dalam kasus cebongan ini, yaitu:
1.    adanya upaya perampasan hak hidup terhadap korban penembakan yang dilakukan oleh anggota Grup II Kopassus Kartasura;
2.    adanya intimidasi terhadap petugas sipir penjaga Lapas Cebongan yang dilakukan oleh para pelaku;
3.    kejadian tersebut menimbulkan rasa yang tidak nyaman di masyarakat, warga Sleman khususnya, dan warga Yogyakarta pada umumnya;
4.    keempat tahanan dipindahkan dari Rutan Polda Yogyakarta ke Lapas Kelas II B Sleman, keempatnya mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian. Namun, saat sudah dititipkan, tidak ada penjagaan sama sekali dari pihak kepolisian. Padahal, pihak Lapas Cebongan telah meminta adanya penjagaan kepada pihak kepolisian.

Terkait kasus penyerangan LP cebongan ini, dalam menetapkan suatu perbuatan termasuk dalam pelanggaran HAM apabila memenuhi 4 unsur, yaitu:
1.   Apakah pelaku penyerangan mendapat perintah dari atasan mereka?
2.   Apakah pucuk pimpinan di TNI memerintahkan aksi penyerangan itu sesuai dengan hierarki komando?
3.   Apakah penyerangan itu bagian dari tugas negara atau dalam rangka mendukung kebijakan Negara?
4.   Apakah pelaku penyerangan LP Cebongan ada yang mengorganisir?
Apabila ke-empat unsur tersebut tidak terpenuhi, maka kasus cebongan bukan merupakan pelanggaran HAM. Intinya jika penyerangan LP cebongan dilakukan secara meluas dan sistematik, maka merupakan pelanggaran HAM.

Terkait peradilan mana yang tepat dalam menangani kasus ini, UU TNI pasal 65 ayat 2 menyatakan bahwa : “prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang”. artinya, kasus cebongan bisa saja ditangani oleh pengadilan HAM asalkan memenuhi unsur pelanggaran HAM berat. Inilah tugas para penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam mengungkap kasus ini, agar keadilan benar-benar ditegakkan.

BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
1.    Pelanggaran HAM meliputi:
a.  Kejahatan genosida
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa,ras, kelompok etnis, kelompok agama.
b.  Kejahatan terhadap kemanusiaan
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
1)      pembunuhan;
2)      pemusnahan;
3)      perbudakan;
4)      dan seterusnya
2.    Tim investigasi TNI AD boleh saja menyatakan kasus cebongan ini sebagai pembunuhan biasa, sedangkan Komnas HAM menyatakan kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat, tetapi sebagai masyarakat yang cerdas, kita jangan mudah terprovokasi. Kita harus membaca beberapa referensi sebagai informasi pembanding. Kita ikuti saja kasus ini. Sudah ada Tim investigasi yang mengumpulkan fakta-fakta. Jika terbukti para pelaku melakukan penyerangan yang meluas dan sistematik maka harus diadili di pengadilan HAM, jika terbukti penyerangan dilakukan secara spontan dan tidak diorganisir, maka diadili di pengadilan militer.

B.   SARAN
Sebaiknya dalam melakukan penyelidikan dibentuk tim investigasi gabungan yang  melibatkan pihak-pihak terkait, yaitu TNI, kepolisian dan Komnas HAM agar hasil dari penyelidikan dapat seobjektif mungkin.

Category:

1 comments:

Unknown said...
This comment has been removed by the author.

Post a Comment